Ramadhan dari Tegalsari Ponorogo, Menjumpai Suasana Religiusitas dari Selatan Kota Ponorogo

Masjid Tegalsari (Foto: NU Online Jatim)

Tegalsari merupakan salah satu pusat pendidikan islam tertua di pulau Jawa. Hal ini diperjelas dalam buku Geger Pacinan 1740-1743 Persekutuan Tionghoa-Jawa Melawan VOC karya Daradjadi yang menuliskan bahwa Desa Tegalsari pernah menjadi sebuah pusat dari perkembangan agama Islam atau pondok pesantren pada masa Pakubuwana II. Karena adanya peran penting dari ulama yang ada di desa Tegalsari ketika Pakubuwana II melakukan pelarian ke Jawa Timur yang disebabkan geger pecinan yang terjadi pada tahun 1740-1743.

Pondok Tegalsari pernah mengalami zaman keemasan berkat kealiman, kharisma, dan kepiawaian para Kyai yang mengasuhnya. Ribuan santri berduyun-duyun nyantrik menuntut ilmu di Pondok ini. Mereka berasal dari hampir seluruh tanah Jawa dan sekitarnya. Karena besarnya jumlah santri, seluruh desa menjadi pondok. Bahkan pondokan para santri juga didirikan di desa-desa sekitar, misalnya desa Jabung (Nglawu), desa Bantengan, dan lain-lain.

Tegalsari dan Tradisi yang Mengakar Hingga Sekarang

Tegalsari memiliki berbagai tradisi yang masih dilaksanakan hingga sekarang. Seperti halnya tradisi syi’ir ujud-ujudan. Syiir Ujud-ujudan ini rutin dibaca setiap hari Jumat setelah sholat Subuh. Isi dan makna Ujud-ujudan `merupakan bentuk ungkapan pujian kepada Allah SWT dan mengagungkan serta mengisahkan sejarah hidup Nabi Muhammad SAW dengan mengharap kemuliaan dan syafaat beliau di akhir zaman tersebut. Pembacaan syiir ujud-ujudan bisa dilihat disini https://youtu.be/K9frq8gOfHI?si=ZyXYECLWhJvGlZoC

Selama bulan ramdhan Masjid Tegalsari melakukan berbagai kegiatan tradisi yang sudah bejalan lama. Setelah shalat Tarawih ada kegiatan syi’iran yaitu melanggamkan syi’ir Utawen. Syi’ir yang dimulai dari pembacaan utawi iniah yang kemudian melekat pada penamaan syi’ir utwen. Syi’ir ini berbahasa Jawa dengan langgam Jawa kuno ini berisikan makna syahadatain atau dua kalimat syahadat. Kunjungi halaman ini https://www.youtube.com/watch?v=0OIGm2uO-fc

Pada sepuluh hari menjelang ramdhan berakhir, Masjid Tegaalsari rutin mengadakan sholat maleman. Sholat maleman secara islami biasa disebut qiyamul lail ini mengharap bertemu dan mendapat Lailatul Qodr. Sholat maleman ini setiap tanggal ganjil dan biasanya dihadiri ribuan jamaah sholat dari berbagai daerah kabupaten disekitar kabupaten Ponorogo. Kegiatan sholat ini biasanya dimulai jam 00.00 WIB atau jam dua belas malam.

Tegalsari selama ramadhan tidak hanya mendapati vibenya ibadah yang islami. Namun juga berbagai orang jualan pernak pernik, mirip di sekitaran walisongo, yang dapat kita jumpai disekitaran masjid tegalsari. Alhasil tradisi islam di Tegalsari bisa terlestarikan dengan baik karena adanya kedekatan secara harfiah maupun batin antara warisan yang bermakna dan masyarakatnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *