Kertas Dluwang; Keberadaannya Semakin Mengabur

Kertas daluang (foto: bobo.id)

Ponorogo memiliki berbagai jenis warisan masa lalu. Berbagai warisan ini hingga sekarang masih nampak begitu jelas dirawat dan ada juga yang sebaliknya. Berbagai kendala yang melekat, sehingga berbagai budaya yang hilang dewasa ini.

Kertas dluwang atau biasa disebut kertas daluwang atau kertas gedhog misalnya merupakan kertas yang dibuat secara tradisional dari bahan kulit berbahan dari kult gaharu sempat menjadi kertas yang banyak ditemui di Ponorogo pada masanya. Dikutip dari website Dinas Kebudayaan Daerah Istimewa Yogyakarta bahwasannya proses pembuatan Kertas Dluwang ini pertama kupas bagian kulit terluar dari kulit pohon, dikarenakan bagian yang digunakan ialah bagian kulit ketiganya. Setelah dikelupas dapat diambil atau ditarik bagian kulit ketiganya. Selanjutnya potongan dari kulit ketiga kulit pohon tersebut direndam minimal 1 sampai 2 hari. Perendaman ini berfungsi untuk melunakan tekstur dari kulit pohon tersebut. Setelah itu bagian kulit pohon tersebut bisa ditempa sekitar 1000 kali.

Masyarakat Desa Tegalsari, Jetis, Ponorogo dulu banyak yang memproduksi Kertas Dluwang. Seperti yang diketahui Tegalsari sempat berdiri Pondok Pesantren dan banyak santri dari berbagai daerah menimba ilmu agama islam pada kala itu. Selaras yang disampaikan oleh René Teijgeler dalam hasil penelitiannya yang berjudul Dluwang, Cultural-Historical Aspects and Material Characteristics mengatakan saat pembelajaran Al-Qur’an, membutuhkan akan ‘kertas’. Karena kertas impor terlalu mahal, maka siswa harus membuatnya sendiri. Hal ini mendasari begitu produktifnya pembuatan kertas dluwang di Tegalsari. 

Setelah masa harga kerta murah hingga seperti sekarang berupa elektronik, kertas dluwang semakin jauh ditinggalkan masyarakat. Namun demikian kertas dluwang ini pernah memiliki jasa mencatat hal-hal penting pada zamannya. Maka penting untuk melestarikan dan memperdulikan kertas dluwang sebagai warisan masa lalu yang berharga. Sebagai pendidikan bahwa Ponorogo, khususnya Tegalsari selain sebagai tempat pendidikan agama islam, juga tempat berkembangnya kertas dluwang.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *